Pada zaman Arab jahiliyah tidak
semua suku yang keji membunuh anak perempuan mereka, terbukti masih banyak suku
yang sangat menghormati dan menyayangi anak perempuannya. Bahkan anak perempuan
ada yang menjadi kepala suku. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua suku
membunuh terhadap anak perempuannya. Namun memang, realitas dilapangan anak
laki-laki tetap sebagai kebanggaan didalam keluarga dan diharapkan ketika
besar nanti mampu menjadi pahlawan suku.
Menurut Imam Zuhri yang dikutip
dari Watt, ada beberapa macam perkawinan pada masa itu. Pertama, Laki-laki
membayar mahar kepada mertua laki-laki si perempuan bukan kepada istrinya.
Kedua, pada saat si istri memasuki masa subur maka sang suami mengantar istri
ke orang terkemuka untuk dikawini. Setelah ada tanda-tanda kehamilan barulah
seorang suami menjemput istrinya pulang. Ketiga, perempuan memiliki suami kurang dari
10 orang, dan apabila si perempuan melahirkan anak yang berhak
menentukan anak tersebut adalah seorang Ibu (istri tersebut). Keempat, Istri
memiliki suami lebih dari 10, dan apabila si perempuan memiliki anak yang
menetukan anak tersebut adalah ahli Nujum.
Dinamika peperangan kabilah
Arab Jahiliyah terhadap peperangan pada masa itu sudah menjadi pemandangan yang membosankan. Mereka perang antara suku ke suku untuk mempertahankan
kehormatan suku mereka. Bahkan menjaga kehormatan suku mereka lebih tinggi
derajatnya daripada menjaga kehormatan keluarganya sendiri.
Peperangan tersebut tercatat
dalam sejarah + selama 40 tahun lamanya. Problematika yang
melatarbelakangi peperangan tersebut sangatlah sederhana seperti, masalah hewan
ternak, padang rumput atau mata air, lomba pacuan kuda, dan hal-hal sepele lainnya.
Hal inilah yang membuat Nabi hijrah ke Yatsrib sebagai pendamai bagi masyarakat
Yatsrib yang sudah jenuh denga perang.
Reverensi : Muhammad Abdul Karim
Buku
: Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar