Sebelum islam datang,
kondisi dan kedudukan wanita bervariasi. Ada yang mengatakan, bahwa dikalangan
bangsa Arab sudah terdapat beberapa kepala suku wanita seperti Ummu Aufah, Kindah,
dan yang lainnya yang bermukim di Mekah, Madinah, Yaman, dan sebagainya. Mereka
semua adalah yang menentukan setiap kebijakan yang ada pada setiap suku yang mereka pimpin, namun jumlah mereka tidak banyak.
Di zaman jahiliyah kedudukan
wanita tidak ada harganya dimata masyarakat. Mereka dianggap seperti barang
yang diperjual-belikan. Pada zaman itu laki-laki semaunya
menikahi perempuan manapun yang mereka
sukai. Dan yang paling memprihatinkan terdapat dibeberapa suku (kabilah) ibu tiri
menikah dengan anak tirinya dan saudara kandung menikah dengan sesama
saudaranya.
Adapun mengenai tradisi mengubur
anak perempuan secara hidup-hidup tidak
berlaku pada semua suku (kabilah) di Arab. Tradisi tersebut hanya terdapat pada 2 suku yaitu, Bani
Tamim dan Bani Asad. Dua suku (kabilah) tersebut menganggap bahwa anak perempuan adalah
faktor utama penyebab kemiskinan. Terdapat 2 alasan yang paling substansial
yang melatarbekangi kenapa mereka membunuh anak perempuannya. Alasan yang
pertama adalah faktor kependudukan yang menyebabkan kemiskinan. Setelah hancurnya bendungan Ma’arib di Yaman masyarakat berbondong-bondong
pindah ke Utara termasuk di kota-kota seperti Mekah, Madinah, damaskus,
dan sebagainya. Urbanisasi besar-besaran ini sangat berdampat serius pada
sektor ekonomi. Oleh sebab itu, anggota keluarga semakin sulit untuk mendapatkan
makanan sehingga mereka membunuh anak perempuan mereka. (Q.S. Al-Isra’:31).
Alasan kedua adalah
perempuan dianggap sebagai pembawa aib. Apabila terjadi peperangan
diantara kedua suku. Apabila suku A kalah atas suku suku B, maka suku B berhak untuk mengambil harta dari suku A tersebut. Selain itu suku B juga berhak berbuat apa saja terhadap Istri dan anak
perempuannya mereka. Istri dan anak perempuan suku yang kalah biasanya akan diperkosa secara kolektif (berjamaah) oleh suku yang menang tersebut, sehingga
secara tidak langsung persepektif suku yang kalah lebih baik anak perempuan mereka dibunuh dari pada
nanti akan menjadi santapan suku yang memenagkan peperangan tersebut.
Reverensi : Muhammad Abdul Karim
Buku
: Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar