Rabu, 24 Mei 2017

PENAMPAKAN SINGKAT POLITIK INDONESIA



Pada umumnya, negara-negara kolonialisme akan terus bertransisi untuk mengeruk kekayaan dengan sebanyak-banyaknya. Negara kolonial dengan dalil demokrasi ekonomi mendirikan lembag-lembaga bantuan keuangan internasional (IMF, Word Bank, Paris club, dan sebagainya) untuk negara-negara berkembang. Negara kolonial mampu mengendalikan lembaga bantuan keuangan tersebut dan sampai kapanpun lembaga keuangan tersebut tidak pernah independen. Inilah yang menyebabkan negara berkembang semakin terlilit utang dalam waktu yang tidak menentu.
Politik nasional negara-negara berkembang tidak mampu melepaskan diribdari kolonialisme yang dengan sistem ekonomi kapitalismenya tersebut. Jarang negara berkembang yang tetap konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai otonomi dan kemerdekaannya. Negara berkembang cendrung mengikuti model sistem perekonomian negara-negara industri (maju). Manusia sudah menyalahgunakan makna “politik”. Politik   yang seharusnya sebagai“kecerdasan” dalam mengambil kebijakan beralih menjadi “kelicikan”. Nilai kearifan sebagai landasan moralitas terhadap lingkungan diubah menjadi moral negatif, yaitu kelicikan terhadap lingkungan sosialnya.
Dengan sikap politik tertentu (kelicikan) para politisi dan jajarannya berdemokrasi  (kompromi dagang sapi) untuk menetukan kebijakan dasar yang menggunakan kesempatan besar bagi mereka untuk mendapatkan keuntungan besar dari negara. Bagi mereka kekuasaan negara difungsikan sebagai lahan subur untuk meeksploitasi habis-habisan kenikmatan hidup mereka. Atas pengaruh ekonomi kapital, lahan subur itu “digadaikan” ke IMF dan sebagainya.
Kemunafikan sistem perpolitikan di indonesia tumbuh dan berkembang sejak “Orde Baru”. Memasuki Era Reformasi abad ke 21 mengakibatkan kebangkrutan perekonomian nasional dan diperparah oleh kebangkrutan moral sementara golongan reformis itu sendiri. Kebejatan moral sementara reformis itu sengaja atau tidak menumbuhkan sikap saling tidak percaya secara masional, sehingga munculnya gerakan demonstrasi yang kadang-kadang tidak masuk akal.
Kebangkrutan dunia perpolitikan perlu segera diatasi dengan cara memposisikan politik sebagai “domain” terhadap ekonomi. Nilai substansial politik adalah kebijakan etis bagi kehidupan bernegara, bukan kekuasaan licik bagi para penyelenggaranya. Sistem politik bukanlah dijiwai oleh moral premanisme, melainkan dijiwai oleh kebijaksanan demokrasi nasional.
Dunia politik Indonesia secara konstitusional jelas dijiwai oleh moralitas ‘‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’’ bukan oleh keadilan sosial bagi seluruh pejabat penyelenggara Negara.  Rekonsiliasi nasional tidak perlu berkiblat kemana-mana, cukup berkiblat kepada pancasila.
Oleh sebab itu, politik tidak cukup tipelajari secara ilmiah, tetapi perlu dipelajari secara seksama nilai-nilai filosofinya untuk kemudian dididikasikan dan dibudayakan oleh dan kepada siapa pun.

Reverensi : Filsafat Pendidikan
Buku        : Suparlan Suhartono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar