Jumat, 02 November 2018

KRISIS KEPEMIMPINANA DARI AKTIVIS KEMAHASISWAAN

SELESAI KEGIATAN LDK HMJ TARBIYAH
DIKAMPUS STAI SANGATTA
Aktivis menurut KBBI adalah orang yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya.  Bagi saya aktivis merupakan manusia pilihan yang mengabdikan diri di dalam sebuah organisasi guna manambah kompetensi baik di dalam kepemimpinan maupun manajemen. Kali ini kita akan membahas masa depan aktivis kemahasiswaan.ekstra kampus (PMII, HMI, GMNI, dll). Mahasiswa tipe aktivis tentu tidak pernah berdiam diri di bangku Perkuliahan atau duduk manis mengikuti Proses Pembelajaran. Mahasiswa aktivis akan mengikuti organisasi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan memelihara akal sehat yang ia dapatkan di dalam forum-forum diskusi. Mahasiswa aktivis juga memiliki masa depan yang baik apabila ia serius dalam berorganisasi dan mengikuti setiap proses yang ada di dalam organisasi tersebut.
         Nah, di era  sekarang  semua orang dengan latar belakang apapun bisa tampil menjadi pemimpin di luar aktivis dan militer. Siapakah dia ? Dia adalah kalangan pengusaha dan artis. Gejala ini bisa di lihat ketika banyak pengusaha dan artis beramai-ramai masuk menjadi anggota dewan dan Kepala daerah. Sekarang Para aktivis sangat sulit menjadi anggota dewan, kepala daerah, mentri, bahkan Presiden kalau tidak didukung oleh kapital yang besar. Kita sudah mulai tergeser oleh kekuatan kapital. Apakah hal ini ada kaitannya dengan pengaruh sistem ekonomi kapitalisme, sehingga semua hal harus terkait dengan modal (materi) ? atau hanya trend yang lagi Populer di abad 21 ini ? Karena jika trend ini merupakan fakta yang harus dijalani, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat menjadi pemimpin Indonesia adalah kemampuan finansial yang dimiliki guna meraih tahta dan kedudukan untuk berkuasa. Artinya, kekuasaan harus diraih dengan cara membelanjakan banyak uang, sehingga bisa dianggap sebagai investasi. Karena, meski bagaimanapun bila terkait dengan investasi maka akan diharapkan pengembalian modal investasi tersebut berikut keuntungan yang diperoleh.
Inilah gambaran kondisi bangsa Indonesia dengan maraknya politisi pemburu kekuasaan yang menggunakan materi untuk meraih kursi, sehingga akan mencari materi pula untuk mengembalikan modalnya. Dan birokrasi pemburu rente yang juga harus bermodalkan materi guna meningkatkan jenjang jabatan dan karirnya di pemerintahan, sehingga tujuan mencari materi menjadi sangat dominan dalam kegiatan pekerjaannya. Sehingga disatu sisi, munculnya ruling elite dari kalangan pengusaha merupakan hal yang positif untuk merubah wajah birokrasi kita supaya sesuai dengan yang dikatakan Osborne dan Gabler dalan buku re-inventing government, namun disisi  lain jiwa dagang pengusaha tersebut sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa dengan kekayaan alam yang sangat melimpah seperti Indonesia ini.
Pola kepemimpinan transaksional tersebut pernah diulas oleh Akbar Tanjung dalam catatan kaki dari disertasinya pada program doktoral UGM. Dia menyatakan bahwa ada dua jenis kepemimpinan yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformatif. Kepemimpinan transaksional bekerja berdasarkan prinsip dagang yaitu untung-rugi sehingga pelakunya cenderung memanfaatkan partai politik untuk tujuan pemenuhan kepentingan dan keuntungan pribadi. Sedangkan yang sedang kita butuhkan saat ini adalah kepemimpinan tranformasional yang mampu membawa Indonesia melewati gempuran perubahan global.
Dampak dari kecenderungan pihak pengusaha yang menjadi ruling elite di tingkat Nasional akan ber-imbas dengan banyaknya Bupati/walikota dan Gubernur yang juga berasal dari kalangan pengusaha. Karena realita yang terjadi adalah kebutuhan dana dalam jumlah besar sebagai syarat mutlak untuk memenangkan pemilihan kepala daerah yang diwarnai perilaku transaksional pada semua tingkatan.
Politik pemilu kita selalu dihadapkan dengan artis dan pengusaha yang jauh lebih populis dan mempunyai kapital. Bisa dipastikan kita akan rontok kalau hanya modal nekat. Oleh sebab itu, kita harus mendidik diri kita dengan belajar dan berorganisasi dengan baik untuk menunjang kemampuan dimasa yang akan datang. Pola kaderisasi dan gerakan sosial harus kita desain ulang agar lebih adaptif dengan perkembangan zaman. Kalau kita tidak berubah mungkin nanti tidak ada lagi anggota dewan, kepala daerah, mentri yang dari PMII, HMI, dan GMNI.
Pada dasarnya tidak ada masalah dengan pengusaha berpolitik, dalam arti seorang pengusaha yang terjun ke dunia politik dengan maksud mengabdikan dirinya agar lebih memiliki makna hidup dengan memanfaatkan pundi pundi kekayaan yang dimilikinya, sebagai mana perilaku kaum filantropi yang gemar membelanjkan uangnya untuk kepentingan sosial kemanusiaan. Justru yang harus diwaspadai adalah politik pengusaha, dimana politik sebagai alat bagi pengusaha guna mencari kepuasan hidup bagi diri pribadinya belaka. Kemudian yang di khawatirkan adalah pemahaman ideologi kebangsaan yang masih minim di setiap Pengusaha dan artis. Tentu hal ini akan berdampak kepada kemajuan bangsa ini. (IR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar